Rabu, 29 Mei 2013

Freies Ermessen (DISKRESI)

musuh terbesar di negara ini adalah KORUPSI. bagaimanapun bentuknya korupsi tetaplah kejahatan moral dan fisik yang harus diberantas sampai ke akar-akarnya. karena ini berkenaan dengan kesejahteraan rakyat... hal yang menarik untuk dikaji lebih dalam lagi dan disimak dengan cermat adalah karena ternyata tidak semua KORUPTOR yang melakukan KORUPSI itu merugikan rakyat... eeiitt ! sabar dulu ! jangan langsung emosi. karena memang kata-kata pertama didenger itu gak enak. tapi ini emang kenyataan.. bahwa tidak semua koruptor itu merugikan rakyat. ada koruptor yang menguntungkan rakyat. tapi tetap yang harus digaris bawahi adalah KORUPTOR tetap saja merugikan negara. mengapa demikian? karena para penyelenggara negara atau administrasi negara mempunyai asas DISKRESI. apa itu diskresi? simak selanjutnya ! 


Freies Ermessen berarti orang yang memiliki kebebasan untuk menilai, menduga, dan mempertim-bangkan sesuatu. Dalam bidang pemerintahan, freies Ermessen (diskresi) diartikan sebagai salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang.
Diskresi adalah kebijakan dari pejabat yang intinya membolehkan pejabat publik melakukan sebuah kebijakan dimana undang-undang belum mengaturnya secara tegas, dengan tiga syarat. yakni, demi kepentingan umum, masih dalam batas wilayah kewenangannya, dan tidak melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). 

Sjachran Basah mengemukakan unsur-unsur Freies Ermessen atau Diskresi dalam suatu negara hukum, yaitu:
a.      Ditujukan untuk menjalankan tugas-tugas servis public;
b.     Merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara;
c.      Sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum;
d.      Sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri;
e.     Sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang timbul secara tiba-tiba;

f.       Sikap tindak itu dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun secara hukum.

Di dalam proses praktiknya penyelenggaraan pemerintahan, Freies Ermessen dilakukan oleh administrasi negara dalam hal-hal sebagai berikut:
a.       Belum ada peraturan per-undang-undangan yang meng-atur tentang penyelesaian in konkrito terhadap suatu masalah tertentu, padahal masalah tersebut menuntut penyelesaian yang segera.
b.     Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat aparat pemerintah memberikan kebebasan sepenuhnya.
c.       Adanya delegasi perundang-undangan. 

Menurut Muchsan, pembatas-an penggunaan freies Ermessen adalah sebagai berikut:
a.    Penggunaan freies Ermessen tidak boleh bertentangan dengan system hukum yang berlaku (kaidah hukum positif).
b.      Penggunaan freies Ermessen hanya ditujukan demi kepen-tingan umum.

Contoh :
diskresi positif
>> di sebuah perempatan, kondisi jalanan macet, arus dari arah A terlalu padat sementara arah sebaliknya (arus B) lengang. Polisi kemudian memberi instruksi kepada pengendara dari arus A untuk terus berjalan walaupun lampu lalu lintas berwarna merah.
>> atau saat banjir melanda Jakarta, jalan tol dibuka untuk semua jenis kendaraan.
Contohnya, semua bupati/wali kota di Kalimantan Tengah yang berjumlah 14 orang dinilai telah melanggar hukum karena pengembangan wilayah terkait pemanfaatan hutan tanpa persetujuan menteri kehutanan sesuai UU No 41/1999 tentang Kehutanan. Berarti, semua bupati/wali kota di Kalteng tidak bisa menjalankan fungsi pemerintahannya secara optimal.
Hal tersebut tidak bisa dilihat sebagai permasalahan personal pejabat semata. Tapi, harus dilihat sebagai persoalan sistem koordinasi pemerintahan antardaerah dengan kementerian pada era otonomi daerah yang belum tertata. Banyak penataan sistem pemerintahan yang belum tuntas. Di sisi lain, penegakan hukum harus segera dilakukan.
Contoh lain, ketidakjelasan aturan pengalokasian dana Bank Pembangunan Daerah bagi pejabat eksekutif yang sempat muncul ke permukaan. Akibatnya, bisa jadi ada sebagian pejabat yang dituduh berkorupsi yang tidak benar-benar melakukan korupsi.
Tampaknya, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyadari situasi semacam itu. Prof Mardiasmo selaku kepala BPKP yang baru ingin melakukan tindakan preventif agar tidak ada lagi kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Sebab, jika banyak daerah yang tidak berani membuat kebijakan karena takut terjerat korupsi, pembangunan di daerah akan terus bertiarap dan anggaran negara tidak terserap.
mungkin dengan adanya artikel ini menambah pengetahuan kita. membuat kita lebih cermat dan menganalisa apa yang terjadi pada badan pemerintahan lewat pers/media yang terkadang lebay memberitakannyaa.. :)

2 komentar:

  1. bagaimana jika seorang kepala kepegawaian di sebuah kementrian mencoba merancang sebuah peraturan direktur jenderal tentang "pedoman pembekalan CPNS" sementara Peraturan Menteri belum ada yang mengatur hal tersebut?

    BalasHapus